Andilangodang ( Jakarta ) - Saat ini konsentrasi masyarakat tertuju pada kasus korupsi Dhana Widyatmika (DW), tersangka pegawai Kantor Pajak Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasus pembacokan Jaksa Sistiyo perlahan ditinggalkan karena pelakunya langsung tertangkap dan tengah berproses di kepolisian, Bandung. Sedangkan perkara dugaan korupsi proyek wisma atlet yang dipersangkakan kepada Angelina Sondakh atau Angie di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti timbul-tenggelam lantaran belum ada sikap tegas dari para komisionernya.
Angie sendiri kini telah aktif kembali bertugas di Komisi X DPR. Aktivitas Angie di DPR telah memunculkan kecurigaan publik kepada KPK. Lembaga khusus penanganan kasus korupsi itu seolah menganakemaskan Angie, sehingga kader Partai Demokrat tersebut seperti merasa kasusnya sudah selesai.
Ia seolah tidak memiliki beban hukum lagi. Angie tampil ke publik dengan senyum dan keriangan. Setiap wartawan yang menanyakan kasusnya hanya dijawab dengan senyum. Ia terus berlalu meninggalkan wartawan yang menanyai kasusnya. Setelah lepas dari konfrontasi dengan Rosalina Manulang atau Rosa, Angie mengikuti seminar pangan di gedung Nusantara Kompleks DPR.
Menggunakan baju batik biru dengan celana hitam dan berkacamata, sebelumnya Angie mengundang wartawan ke rumahnya guna menyampaikannya ke publik bahwa dirinya akan kembali bekerja di DPR.
Apakah kembalinya bekas Putri Indonesia itu ke DPR sebagai bukti bahwa KPK menganakemaskan Angie? Tidak ada yang tau. Yang pasti, sejak KPK mengumumkan bahwa Angie tersangka kasus wisma atlet pada 3 Febaruari lalu, hingga kini tidak ada kepastian jadwal kapan Abraham Samad dkk akan memeriksanya apalagi untuk menahannya.
Karakteristik KPK sebagai lembaga penegakan hukum yang independen dipertaruhkan. Dalam diri KPK seolah tidak terlihat sebagai lembaga yang adil-berada di atas semua golongan. Jika dalam kasus Wa Ode Nurhayati, misalnya, KPK begitu cepat memeriksa perkara dan menahannya, tetapi tidak kepada Angie.
Keberanian KPK dalam kasus Angie seolah tidak terlihat. Memang, Abraham Samad menyakinkan publik bahwa setiap kasus yang ditangani KPK akan diproses dan tersangkanya pasti ditahan. Namun, itu tidak kunjung dibuktikan. Ketidaksabaran publik dalam kasus Angie, justru telah memunculkan kecurigaan bahwa KPK dalam pusaran arus kekuasan yang kuat.
Sampai-sampai, Hotman Paris Hutapea, penasihat hukum M Nazaruddin pun pesimistis Angie akan divonis bersalah. Ia justru yakin Angie bebas dari jerat hukum. Alasannya, Angie bisa bebas setelah Rosa tidak hadir di persidangan konfrontasi.
"Isi BBM (BlackBerry Messenger) tidak bisa dipakai alat bukti karena dalam undang-undang, satu saksi bukan saksi, harus minimum dua. Jadi baru satu (Rosa) dan dibantah Angie. Sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat bukti," jelasnya.
Isi BBM Angie dan Rosa adalah bukti kunci dari perkara wisma atlet SEA Games. Siapa yang terlibat bisa dibuktikan melalui percakapan di BlackBerry itu. Di situlah isinya yang dinilai Hotman paling kuat untuk menjerat Angie dan Komisi X dan Banggar DPR. "Saya yakin seyakin-yakinnya Angie bebas," kata Hotman lagi.
Dengan hilangnya bukti itu, dia menilai Angie bisa bernapas lega. Apalagi, tidak terjadi konfrontasi dan persidangan menetapkan sudah tidak bisa lagi dikonfrontasi. Menurut Hotman, kesalahan terjadi diawal pemeriksaan pada KPK periode sebelumnya. Keterlibatan Angie sudah ada dalam BAP Yulianis di bulan Juli-Agustus 2011.
Hanya saja, keterlibatan Angie tidak didalami oleh penyidik KPK. Atas dasar itulah, maka pantas jika Angie kini melenggang ke DPR meski pengamat Universitas Paramadina, Ikhsan Tualeka, menilainya sudah tidak efektif lagi dan justru menjadi beban.
"Dia ke kantor dalam rangka pembentukan opini, sehingga lebih dilihat protagonis setelah dalam beberapa minggu ini menjadi antagonis," katanya kepada INILAH.COM, Minggu (4/3/2012).
Ikhasan menilai, lebih baik anggota Komisi X DPR itu berkonsentrasi pada persoalan hukum yang dihadapinya. Jika mantan Wasekjen DPP Demokrat itu memaksakan, Ikhsan menilai justru akan menjadi rancu apalagi jika nanti rapat kerja dengan pemerintah. Jika itu terjadi, dinilainya fungsi pengawasan tidak akan bisa maksimal dilakukan Angie.
Saat ini Angie memang boleh bernapas lega karena sikap KPK yang tak jelas menangani kasusnya. Ketidakpastian ini membuat perhatian publik berpaling ke Kejagung. Kita masih ingat dengan kasus Jaksa Urip. Lembaga penegakan hukum yang selama ini 'tidak dilirik' publik karena citranya yang buruk, kini tengah memproses kasus korupsi pajak DW.
Aparat Kejagung mencurigai ada aliran dana gendut di rekening DW, pegawai pajak golongan III C itu. DW kini ditahan Kejagung. Bahkan, sebelumnya 17 truk milik DW disita.
'Promosi kasus DW' setidaknya telah memberikan harapan publik tentang keberadaan lembaga penegakan hukum itu. Sebab, selama ini Kejagung selalu dalam berita sebagai lembaga yang menimbulkan kekecewaan masyarakat soal penegakan hukum. Kepercayaan publik pada Kejagung tingkat kepercayaannya rendah.
Jaringan Suara Indonesia (JSI) saat memaparkan survei nasional tentang 'evaluasi kinerja lembaga penegakan hukum', akhir tahun lalu, merilis tingkat kepercayaan publik terhadap Kejagung hanya 46 persen. Ini lebih rendah dibandingkan Kepolisian, MK, MA, dan KPK.
Atas survei itu, Wakil Jaksa Agung Darmono pernah mengatakan, hasil survei akan digunakan untuk meningkatkan kinerja, kredibilitas, dan integritasnya. Kasus DW di Kejagung seperti memalingkan perhatian publik dari KPK dalam kasus Angie. Persoalan hukum DW terkesan menghipnotis publik ternyata kasus korupsi pajak di Inonesia belum berakhir setelah Gayus Tambunan.
Kini, publik menunggu Kejagung mengusut DW hingga tuntas dan transparan dalam proses hukumnya. Ini agar tidak ada lagi keraguan di masyarakat termasuk dalam mengungkap dana yang ada di rekening DW dan menyebut nama perusahaan-perusahaan sebagai klien tersangka. Sebab, sebelumnya beredar kabar uang DW tersebar di 18 rekening bernilai Rp60 miliar tetapi Kejagung terus saja menyembunyikannya.
Sumber : http://nasional.inilah.com
Kasus pembacokan Jaksa Sistiyo perlahan ditinggalkan karena pelakunya langsung tertangkap dan tengah berproses di kepolisian, Bandung. Sedangkan perkara dugaan korupsi proyek wisma atlet yang dipersangkakan kepada Angelina Sondakh atau Angie di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti timbul-tenggelam lantaran belum ada sikap tegas dari para komisionernya.
Angie sendiri kini telah aktif kembali bertugas di Komisi X DPR. Aktivitas Angie di DPR telah memunculkan kecurigaan publik kepada KPK. Lembaga khusus penanganan kasus korupsi itu seolah menganakemaskan Angie, sehingga kader Partai Demokrat tersebut seperti merasa kasusnya sudah selesai.
Ia seolah tidak memiliki beban hukum lagi. Angie tampil ke publik dengan senyum dan keriangan. Setiap wartawan yang menanyakan kasusnya hanya dijawab dengan senyum. Ia terus berlalu meninggalkan wartawan yang menanyai kasusnya. Setelah lepas dari konfrontasi dengan Rosalina Manulang atau Rosa, Angie mengikuti seminar pangan di gedung Nusantara Kompleks DPR.
Menggunakan baju batik biru dengan celana hitam dan berkacamata, sebelumnya Angie mengundang wartawan ke rumahnya guna menyampaikannya ke publik bahwa dirinya akan kembali bekerja di DPR.
Apakah kembalinya bekas Putri Indonesia itu ke DPR sebagai bukti bahwa KPK menganakemaskan Angie? Tidak ada yang tau. Yang pasti, sejak KPK mengumumkan bahwa Angie tersangka kasus wisma atlet pada 3 Febaruari lalu, hingga kini tidak ada kepastian jadwal kapan Abraham Samad dkk akan memeriksanya apalagi untuk menahannya.
Karakteristik KPK sebagai lembaga penegakan hukum yang independen dipertaruhkan. Dalam diri KPK seolah tidak terlihat sebagai lembaga yang adil-berada di atas semua golongan. Jika dalam kasus Wa Ode Nurhayati, misalnya, KPK begitu cepat memeriksa perkara dan menahannya, tetapi tidak kepada Angie.
Keberanian KPK dalam kasus Angie seolah tidak terlihat. Memang, Abraham Samad menyakinkan publik bahwa setiap kasus yang ditangani KPK akan diproses dan tersangkanya pasti ditahan. Namun, itu tidak kunjung dibuktikan. Ketidaksabaran publik dalam kasus Angie, justru telah memunculkan kecurigaan bahwa KPK dalam pusaran arus kekuasan yang kuat.
Sampai-sampai, Hotman Paris Hutapea, penasihat hukum M Nazaruddin pun pesimistis Angie akan divonis bersalah. Ia justru yakin Angie bebas dari jerat hukum. Alasannya, Angie bisa bebas setelah Rosa tidak hadir di persidangan konfrontasi.
"Isi BBM (BlackBerry Messenger) tidak bisa dipakai alat bukti karena dalam undang-undang, satu saksi bukan saksi, harus minimum dua. Jadi baru satu (Rosa) dan dibantah Angie. Sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat bukti," jelasnya.
Isi BBM Angie dan Rosa adalah bukti kunci dari perkara wisma atlet SEA Games. Siapa yang terlibat bisa dibuktikan melalui percakapan di BlackBerry itu. Di situlah isinya yang dinilai Hotman paling kuat untuk menjerat Angie dan Komisi X dan Banggar DPR. "Saya yakin seyakin-yakinnya Angie bebas," kata Hotman lagi.
Dengan hilangnya bukti itu, dia menilai Angie bisa bernapas lega. Apalagi, tidak terjadi konfrontasi dan persidangan menetapkan sudah tidak bisa lagi dikonfrontasi. Menurut Hotman, kesalahan terjadi diawal pemeriksaan pada KPK periode sebelumnya. Keterlibatan Angie sudah ada dalam BAP Yulianis di bulan Juli-Agustus 2011.
Hanya saja, keterlibatan Angie tidak didalami oleh penyidik KPK. Atas dasar itulah, maka pantas jika Angie kini melenggang ke DPR meski pengamat Universitas Paramadina, Ikhsan Tualeka, menilainya sudah tidak efektif lagi dan justru menjadi beban.
"Dia ke kantor dalam rangka pembentukan opini, sehingga lebih dilihat protagonis setelah dalam beberapa minggu ini menjadi antagonis," katanya kepada INILAH.COM, Minggu (4/3/2012).
Ikhasan menilai, lebih baik anggota Komisi X DPR itu berkonsentrasi pada persoalan hukum yang dihadapinya. Jika mantan Wasekjen DPP Demokrat itu memaksakan, Ikhsan menilai justru akan menjadi rancu apalagi jika nanti rapat kerja dengan pemerintah. Jika itu terjadi, dinilainya fungsi pengawasan tidak akan bisa maksimal dilakukan Angie.
Saat ini Angie memang boleh bernapas lega karena sikap KPK yang tak jelas menangani kasusnya. Ketidakpastian ini membuat perhatian publik berpaling ke Kejagung. Kita masih ingat dengan kasus Jaksa Urip. Lembaga penegakan hukum yang selama ini 'tidak dilirik' publik karena citranya yang buruk, kini tengah memproses kasus korupsi pajak DW.
Aparat Kejagung mencurigai ada aliran dana gendut di rekening DW, pegawai pajak golongan III C itu. DW kini ditahan Kejagung. Bahkan, sebelumnya 17 truk milik DW disita.
'Promosi kasus DW' setidaknya telah memberikan harapan publik tentang keberadaan lembaga penegakan hukum itu. Sebab, selama ini Kejagung selalu dalam berita sebagai lembaga yang menimbulkan kekecewaan masyarakat soal penegakan hukum. Kepercayaan publik pada Kejagung tingkat kepercayaannya rendah.
Jaringan Suara Indonesia (JSI) saat memaparkan survei nasional tentang 'evaluasi kinerja lembaga penegakan hukum', akhir tahun lalu, merilis tingkat kepercayaan publik terhadap Kejagung hanya 46 persen. Ini lebih rendah dibandingkan Kepolisian, MK, MA, dan KPK.
Atas survei itu, Wakil Jaksa Agung Darmono pernah mengatakan, hasil survei akan digunakan untuk meningkatkan kinerja, kredibilitas, dan integritasnya. Kasus DW di Kejagung seperti memalingkan perhatian publik dari KPK dalam kasus Angie. Persoalan hukum DW terkesan menghipnotis publik ternyata kasus korupsi pajak di Inonesia belum berakhir setelah Gayus Tambunan.
Kini, publik menunggu Kejagung mengusut DW hingga tuntas dan transparan dalam proses hukumnya. Ini agar tidak ada lagi keraguan di masyarakat termasuk dalam mengungkap dana yang ada di rekening DW dan menyebut nama perusahaan-perusahaan sebagai klien tersangka. Sebab, sebelumnya beredar kabar uang DW tersebar di 18 rekening bernilai Rp60 miliar tetapi Kejagung terus saja menyembunyikannya.
Sumber : http://nasional.inilah.com